Kisah ini bercerita tentang bagaimana tragedy ini terjadi antara seorang ibu yang bernama Siu Lan an anak perempuannya Lie Mei di sebuah desa kecil di China. Siu Lan adalah seorang janda miskin yang memiliki seorang putri kecil yang berumur 7 tahun, yang diberinya nama Lie Mei.
Kemiskinan hidup mereka, memaksa ibu dan anak ini untuk membuat sendiri kue-kue dan menjajakannya di pasar untuk biaya hidup mereka berdua. Hidup mereka penuh kekurangan, sehingga membuat Lie Mei tidak pernah bermanja-manja pada ibunya, seperti anak kecil lain. Maklum dikarena keseharian mereka disibukkan dengan membuat kue dan menjajakannya sepanjang hari. Apalagi tempat tinggal mereka hanya disebuah desa kecil , sehingga hasil keuntungan dagangan kue merekapun juga sangat minim.
Di suatu ketika, pada musim dingin, saat selesai membuat kue, Siu Lan melihat keranjang penjaja kuenya sudah rusak berat. Lalu, dia berpesan agar anaknya Lie Mei menunggu di rumah saja, karena dia akan membeli keranjang kue yang baru.
Tapi ketika Siu lan pulang dari membeli keranjang kue, sang ibu menemukan pintu rumah tidak terkunci dan dia tidak melihat Lie Mei dirumah. Lie Mei tidak berada di rumah seperti pesannya ketika pergi. Maka marahlah Siu Lan. Siu Lan mengutuki putrinya yang tidak menuruti kata-katanya. Putrinya benar-benar tidak tahu diri, sudah hidup susah masih juga pergi bermain dengan teman-temannya. Lie Mei tidak menunggu rumah seperti pesannya.
(Hem, begitu banyak kekesalan yang membutakan pikiran dan perasaan Siu Lan terhadap anaknya sa’at itu)
Lalu, Siu Lan menyusun kue kedalam keranjang sendirian, dan pergi keluar rumah untukmenjajakannya. Dinginnya salju yang memenuhi jalan tidak menyurutkan niatnya untuk menjual kue. Bagaimana lagi, mereka harus dapat uang untuk makan. Tapi kali ini Siu Lan pergi dan tetap menggerutu, pikirannya dengan perasaannya masih kesal atas perbuatan putrinya.
Entah apa yang telah merasuki pikiran sang ibu sehingga dia ingin tetap menghukum perbuatan putri kecilnya ini. Sebagai hukuman bagi Lie Mei, putrinya, pintu rumah dikunci Siu Lan dari luar agar Lie Mei tidak bisa masuk / pulang. Putri kecil itu harus diberi pelajaran, pikirnya geram. Lie Mei sudah berani kurang ajar.
Sepulang menjajakan kue, Siu Lan menemukan Lie Mei, gadis kecil itu tergeletak di depan pintu. Siu Lan berlari kaget dan cepat-cepat memeluk Lie Mei yang membeku dan sudah tidak bernyawa karena kedinginan di luar.
Siu Lan berteriak membelah kebekuan salju dan menangis meraung-raung menyesali perbuatannya yang sangat ceroboh. Tapi Lie Mei tetap tidak bergerak. Putri kecilnya yang malang ini telah pergi meninggalkannya. Dengan segera, Siu Lan membopong Lie Mei masuk ke rumah dengan harapan keajaiban akan muncul menghidupkan anaknya kembali.
Siu Lan menggoncang- goncangkan tubuh kecil yang telah beku itu. Siu Lan tetap memanggil putri kecilnya, dia meneriakkan nama Lie Mei berkali-kali agar putri kecilnya itu bangun.
Tiba-tiba jatuh sebuah bungkusan kecil dari tangan Lie Mei. Siu Lan mengambil bungkusan kecil itu, dia membukanya. Ternyata isi dari bungkusan kecil itu adalah sebungkus biskuit kecil yang dibungkus hanya dengan kertas usang.
Siu Lan sangat mengenali tulisan pada kertas usang itu adalah tulisan Lie Mei yang masih berantakan, namun tetap masih bisa terbaca olehnya,
“Hi..hi..hi.. . mami pasti lupa. Ini hari istimewa buat mami. Aku sengaja membelikan biskuit kecil sebagai kejutan buat mami sebentar. Mami jangan marah karena Lie Mei tidak pamit dulu tadi, Biscuit ini untuk hadiah mi. Uangku tidak cukup untuk membeli biskuit ukuran besar. Hi…hi…hi.. mami selamat ulang tahun. Lie Mei sangat sayang pada mami”.
(Oh, tuhan, ternyata putri kecilnya…)
Nah, inti ceritanya adalah…
Hendaknya kita senantiasa untuk jangan terlalu cepat menilai seseorang berdasarkan persepsi kita, karena persepsi kita belum tentu benar adanya. Cobalah untuk mengendalikan emosi dan marah kita, agar tidak sampai menimbulkan efek negatif. Selalulah berpikiran positif karena sesuatu yang positif akan membuahkan hasil yang baik. Insya Allah…
Semoga cerita tersebut memberi bermanfa’at dan inspirasi.
Disarikan dari “True Story”, Xia Wen Pao, 2007
0 komentar:
Posting Komentar